Ujian Tengah Semester dan Ujian Kesabaran


source: pixabay

Akhirnya.. selesai juga masa-masa Ujian Tengah Semester (UTS) bagi anak-anak. Bagi saya ini pertama kalinya kedua anak saya secara bersamaan menghadapi ujian. Ternyata tidak sesederhana perkiraan saya, khususnya karena saya tidak bisa menerapkan cara belajar yang sama pada kedua anak saya. Sifat dan gaya belajar yang berbeda membuat saya harus terus beradaptasi mencari pola belajar yang pas bagi keduanya.

Anak pertama saya yang saat ini duduk di kelas 3 SD pada dasarnya type pembelajar mandiri yang mudah termotivasi. Terkadang tanpa saya motivasi pun dia sudah memiliki keinginan untuk berprestasi, sehingga sejak awal masuk SD Alhamdulillah tidak ada kesulitan yang cukup berarti. Jika pun ada kendala, biasanya karena dia sering ingin menyelesaikan sesuatu dengan segera hingga kurang teliti dalam mengerjakan soal-soal matematika. Ekspektasi terhadap dirinya sendiri juga membuatnya mudah menangis jika dia mengalami kesulitan yang menghambatnya.

Berbeda dengan si anak nomor 2 yang baru saja mencicipi bangku SD. Dia cukup cuek walaupun dia tahu jika belum menguasai materi tertentu. Merayunya untuk belajar pun membutuhkan extra effort. Mulai dari harus membacakan bukunya, menyediakan cemilan, jeda istirahat tiap 10 menit sekali, memberi hadiah dan sebagainya. Perhatiannya juga relatif lebih mudah terpecah meskipun sebenarnya daya tangkapnya bagus sekali saat dia benar-benar dalam rentang konsentrasinya.

Tadinya saya berharap si sulung akan bisa belajar sendiri sementara adiknya belajar bersama saya mengingat ini adalah kali perdana si adik menghadapi tes. Ternyata.. beberapa hari menjelang UTS anak-anak sakit. Demam yang hilang timbul disertai batuk-batuk yang terlihat menyiksa sekali membuat anak-anak tidak semangat belajar. Anak-anak mengeluh mual dan pusing jika membaca buku. Jadilah saya harus bergantian membacakan satu per satu buku mereka. Apalagi anak bungsu saya yang baru berusia 2 tahun pun ikut sakit dan menjadi super manja. Plus karena ayahnya sedang dinas, otomatis semuanya nemplok sama bundanya. Hiks...lengkaplah sudah. Rasanya ingiiin sekali bisa membelah diri seperti amoeba, hehe.

Di saat-saat seperti ini, rasanya stok kesabaran mudah sekali menipis. Beberapa kali jadi senewen saat menyuruh anak-anak belajar. Saat si bungsu tidur pulas eh si kakak-kakak tidak mau belajar. Giliran si bungsu bangun dan rewel minta perhatian..malah kakak-kakaknya minta belajar. Kan rasanya ingin gigit meja ya..tapi kok sayang mejanya eh giginya. Beberapa kali juga akhirnya satu per satu anak-anak kecipratan juga 'ceramah' alias kemarahan saya karena berebut perhatian, tidak mau saling mengalah, bermanja-manja minta disuapi dan dimandikan, menunda sholat..serta sederet drama lainnya. Lelah hayati kan yaa..

Bersyukur sekali jaman now sudah banyak materi kajian, seminar, talkshow dan sebagainya yang diunggah di Youtube. Biasanya saat anak-anak sudah tidur, sengaja saya mencari berbagai video kajian tentang parenting. Menurut saya mendengarkan pengajian adalah salah satu obat yang bisa mempertahankan kewarasan saya. Jika dalam sepekan saya sama sekali tidak bisa hadir di pengajian offline, maka saya wajibkan diri saya untuk setidaknya mendengarkan kajian online. Karena sebagai emak-emak dengan kesabaran pas-pasan, rasanya selalu butuh diingatkan dan diingatkan kembali tentang tanggung jawab besar yang Allah amanahkan untuk saya. Seperti dalam kajian yang saya dengarkan kemarin, saya kembali diingatkan untuk bersabar menahan amarah dan perkataan yang buruk. Bahkan saat anak menunjukkan perangai yang tidak kita sukai pun hindari melabeli anak dengan kata nakal, bandel atau jelek. Jlebbb banget, karena meskipun sudah beberapa kali mendengar tentang ini, saat situasi tidak terkendali seperti kemarin, saya sempat berkata "kenapa kakak hari ini bandel sekali?". Astaghfirullah..Ampuni saya Ya Rabb.




Sabar. Ya.. sabar hanyalah satu bagian dari ilmu parenting. Tapi sabar ini pada prakteknya susah ya Mak... (cari dukungan). Seandainya saja ada yang jual stok sabar, mungkin saya bakal duluan daftar jadi pelanggan tetapnya deh. Pernah baca tulisan seseorang bahwa dalam perjalanan menjadi ibu, sabar ini banyak macamnya.

Sabar ketika harapan pada anak tak sesuai kenyataan.
Saat kita berharap anak bisa belajar dengan suka rela dan mandiri, ternyata anak lebih suka bermain dengan teman-temannya atau menonton TV. Sabar..mungkin kita belum bisa membuat belajar lebih menarik baginya atau mungkin sebenarnya anak merasa sudah menguasai materi pelajarannya sehingga kurang tertantang dan merasa bosan.

Sabar ketika melihat anak lain lebih baik.
Saat teman seumurnya sudah lancar membaca, menulis, berhitung bahkan mengaji sementara anak sendiri masih tertatih. Saat teman sekelasnya sudah banyak hafalan Quran-nya sementara anak sendiri masih membangun motivasi untuk menghafal. Saat anak lain terlihat lebih dewasa dan mengalah pada saudaranya sementara anak kita setiap hari selalu ada yang dipertengkarkan.. Sabar Mak, kita pun pasti tak suka jika dibandingkan dengan orang lain.

Sabar mendengar komentar orang lain
Saat anak kita dianggap kurang begini begitu…lalu orang lain bahkan keluarga sendiri memberi komentar atau judging yang kurang pas di hati, sabar Mak..jangan sampai kita melampiaskannya ke anak. Ambil nasehat yang memang baik serta tetap hargai diri sendiri dan anak. Sebaliknya jika menghadapi pendapat yang berbeda dengan keyakinan kita, sabarkan diri juga untuk menghindari perdebatan.

Sabar saat menyikapi media sosial
Saat membaca gambaran tentang ibu sempurna dalam artikel parenting lalu kita membandingkannya dengan diri sendiri dan merasa kita belum melakukan yang terbaik. Sabarkan hati.. karena anak-anak sebenarnya mencintai kita apa adanya bukan ada apanya. Bertekad ingin menjadi pribadi yang lebih baik tentu saja sah, tapi jangan membabi buta dan terlalu agresif.
Saat melihat teman posting mengenai prestasi anaknya sementara anak kita bahkan tidak mau mengikuti kompetisi apapun. Yakinlah…Allah sudah memberikan kemampuan terbaik pada tiap anak, hanya mungkin kita belum mengetahuinya karena mungkin terlalu fokus pada kelemahannya.


Jadi teringat lagi pada tulisan teh Kiki Barkiah dalam bukunya “5 Guru Kecilku, Bagian II”. Di salah satu tulisannya, teh Kiki merekomendasikan sebuah buku berjudul Ruby in Her Own Time. Karena saya memang orangnya mellow, jujur saya hampir tidak bisa menahan air mata saat menyimak cerita tentang Ruby bebek dan induknya melalui sebuah link Youtube. Betapa sang induk digambarkan sangat yakin dan optimis bahwa anaknya bisa melakukan berbagai hal dan mencapai keberhasilan sesuai harapan sang induk walaupun pencapaiannya mungkin lebih lambat dibanding anak lainnya. Melalui cerita sederhana itu, penulisnya mengingatkan orang tua bahwa setiap anak memiliki waktu dan titik yang berbeda dalam bertumbuh dan berkembang sehingga setiap orang tua harus bisa menghargainya. Lebih lambat dalam menguasai sebuah kemampuan tidak berarti anak nantinya akan selalu tertinggal. Bisa jadi anak yang awalnya lebih lambat menguasai sesuatu justru nantinya akan berkembang lebih pesat dibandingkan dengan anak lainnya dalam kemampuan tertentu. Hal ini sesuai dengan fitrah yang sebenarnya sudah Allah tanamkan pada setiap anak. Tugas orang tua sebenarnya hanyalah bagaimana menjaga fitrah anak supaya tetap berkembang dengan optimal. Sebagaimana fitrah ibadah dan belajar, pada dasarnya fitrah setiap anak adalah menyukai ibadah dan ilmu. Namun terkadang orang tua keburu menggegas mengajarkan anak tentang ini dan itu tanpa sebelumnya diberi pondasi untuk mencintai Penciptanya dan menyukai ilmu itu sendiri. Jadilah anak beribadah dan belajar dengan keterpaksaan dan hanya semata menjalankan ritual tanpa cinta. Astagfirullah..

Akan tetapi, perlu diingat juga bahwa bersabar tentu berbeda dengan abai. Dalam bersabar, kita tetap harus memperhatikan kesesuaian perkembangan anak dengan indikator tumbuh kembang dan fitrahnya. Kita pun harus aktif memberikan stimulasi positif dan memberikan kebutuhan dasar anak-anak. Kita tidak boleh abai jika anak menunjukkan perilaku yang melanggar peraturan atau hak orang lain, berkata kasar dan sebagainya. Sebagai contoh, Islam mengajarkan kita untuk menjaga fitrah iman dalam diri anak sedini mungkin sebelum menyuruhnya melakukan sholat. Orang tua baru wajib menyuruh anak-anak sholat setelah anak berusia 7 tahun setelah di rentang usia sebelumnya terus diperkenalkan dan ditumbuhkan kecintaannya pada Tuhannya. Proses menumbuhkan disiplin beribadah ini harus terus dijaga dalam suasana yang menyenangkan supaya tumbuh keikhlasan pada diri anak hingga umur 10 tahun. Nah jika sampai di usia 10 tahun anak masih belum disiplin dengan sholatnya, orang tua tidak boleh abai dengan membiarkan anak dalam kelalaiannya.

Mendidik anak memang bukan sesuatu yang sederhana. Cinta saja belum cukup. Orang tua harus mau ikut belajar dan membersamai anak. Tidak cuma bisa menuntut tapi harus bisa memberikan solusi. Tidak cuma bisa cerewet dalam menasehati tapi juga harus memperbanyak menyebut nama anak-anak dalam rangkaian doa terbaik kita. Anak kita dititipkan Allah pada kita, bukan pada orang lain. Selama fitrah anak-anak terjaga dengan baik, insyaa Allah anak akan tumbuh menjadi pribadi yang membanggakan. Semoga Allah selalu memampukan kita dalam menjaga amanah-Nya. Aamiin..

Tangsel, 27 September 2018
Menulis = mengingatkan diri sendiri

Note:
Link buku Ruby in Her Own Time klik di sini

You Might Also Like

22 comments

  1. Alhamdulillah ya sudah selesai. Sebenarnya kalau sekolahnya menggunakan kurukulum 13 tidak usah ada PTS juga tidak apa-apa, kan sudah ada penilaian harian. Tapi emang sih kebijakaan setiap sekolah berbeda. Emang betul mba Allah menyuruh kita menjadikan sabar dan salat sebagai penolong. Makasih ya sharingnya. Salam buat anak-anak ya mba...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kebetulan sekolahnya ga pakai kurtilas jd tetap ada UTS dan UAS. malah baru tau kl kurtilas ada yg tanpa tes

      Delete
  2. Betul banget mba, paling setuju sabar terhadap komentar orang lain. Orang lain emang pinter banget nyinyir, tapi kita mah kudu strong gak boleh dengerin. Makasih mba pengingatnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya..lama2 hrs punya filter. Ambil yg baik aja, abaikan yg kurang bermanfaat :)

      Delete
  3. Wah.. Memang musti sabar, apalagi kalau tipe belajarnya berbeda yaaa

    Anakku kelas 8 dan 3, itu aja ngiranya yang gede dah mandiri belajarnya, ternyata oh ternyata mesti diingetin juga .. Tapi bagusnya kalau jauh jaraknya, ada yang susah adiknya nanya ke Mas nya bukan ke Ibu lagi hihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahh asik juga si adek bisa tanya ke kakaknya. Anakku yg sulung sebetulnya juga suka ajarin adeknya. Tp adeknya yg kadang ga mau diajarin kknya sampe si kakak gemes & marah. Fiiuuhh

      Delete
  4. Sama dengan saya. Dulu si kk siatim belajarnya sendiri, klo dia sudah menguasai baru minta mamanya ngetes dengan pertanyaan.
    Sementara si Ade, mamanya harus membuat inti sari pelajarannya. Setelah itu saya harus menjelaskan ke dia. Tapi semua belajar tanpa disuruh.

    Saya dengan s3gala kesibukan berusaha membuat ringkasan pelajaran anak2, bahkan ikut les matematika sama guru anak2 biar dpt mengajari anak di rumah. Saya mengurus anak2 & pelajarannya sendiri, karena anak2 ga mau belajar dg papanya. Sampai anak2 kuliah saya terus terlibat dlm belajar anak2. Menurut anak2 klo belum mama cek tugasnya, dia ga mau menyampaikan ke guru atau dosennya. Yg utama bagi saya untuk hal ini, saya suka & s3nang melalukannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maasyaa Allah rajin banget mamanya inih. Gimana manajemen waktunya?

      Delete
  5. Makasi mbak Ryan udah share ini. Baru tadi sore rasanya kalut banget pas ngajak anak belajar. Masih kecil sih TKA tapi pengen banget mulai membiasakan anak belajar beneran minimal 15 menit aja tanpa main - main. Ahh kudu sabaar bener ya ini. Salut sama mba Ryan telaten banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama2 masih belajar mba.. sependek pengetahuan sy memang rentang konsentrasi anak sesuai dg usianya. Jd kl anak mbak usia TK A sekitar 5-6th, rentang konsentrasi optimalnya baru 5-6 menit. cmiiw. Kalau kegiatannya memang dia suka banget, biasanya bs lebih dari itu durasinya.

      Delete
  6. Anak saya masih TKA semua maunya masih ditemenin termasuk belajar gambar, belajar mewarnai, belajar merapikan mainan, hihii... Tapi itu ya perjuangan ibu. Terima kasih mba sudah berbagi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa..Alhamdulillah smg jd makin kuat bondingnya n jd kenangan indah utk diingat saat anak2 sdh besar

      Delete
  7. Hihi derita emak-emak mah nggak jauh beda ya ternyata mba. Saya juga gitu. Kita butuh suntikan motivasi untuk tetap waras setiap hari. Kalau saya kadang suka nonton drakor pas selow, hehehe. Semangat mba!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi iya mbak, asalkan emak waras insyaa Allah rumah adem ayem. Hehe

      Delete
  8. Ya ini betul sekali. Itulah sebabnya sabar itu harus sangat luas. Karena sudah lazimnya manusia itu hidup dengan berbagai ujian, yang sayangnya kadang manusianya tak mampu melihat. TFS Mbak.

    ReplyDelete
  9. Betul betul..inilah ujian kesabaran ortu. Sabar menghadapi komen orang lain hahaha.

    Alhamdulillah anakku yang sulung, perempuan, sudah cukup mandiri. Tinggal adiknya nih yang masih belum disiplin belajar..ya begitulah , suatu saat nanti akan jadi cerita buat mereka hehhe. Smangat menjadi ortu

    ReplyDelete
  10. Ketika saya mulai es teler gitu mbak, biasanya justru saya peluk mereka sambil bilang. Mama lagi keseel banget. Adek/kakak diem dulu ya. Kalau masih bikin mama es teler, nanti kamu mama kutuk jadi profesor. Hihihi...akhirnya anak anak akan tertawa lihat emaknya mau marah tapi sebisa mungkin saya rem. Lalu di dalam hati selalu saya katakan berulang ulang. Saya mencintai mereka apa adanya. Kalau udah kesel banget, saya berlalu pergi mbak barang 5-10 menit biar nggak kelewat marahnya

    ReplyDelete
  11. Ya ampunnnn kebayang ama saya ngajarin dua anak sekaligus dengan tipe belajar yang berbeda jadi inget jaman ngajar dulu. Cuma pasti beda kan ya rasanya ngajar anak orang lain dengan ngajar anak sendiri. Hihihi

    ReplyDelete
  12. Beda zaman beda keunikan para Mama mendampingi putra-putrinya yah. Kalau saya mengulang masa anak² usia SD di zaman now...kayaknya saya enggak sabar. Hehe...
    Hebat Ibu² masa kini...stok sabarnya kudu segudang.

    ReplyDelete
  13. SD zaman now sudah pakai sistem UTS UAS ya. Wah, deg2an. Anakku mah tahun depan baru SD. Skrg masih nikmatin masa TK nya

    ReplyDelete
  14. Ya ampun mbak, keempat-empatnya ini bagiku sabar level dewaaaaa. Sabar yang paling susah untuk dijalankan. Apa lagi kalo udah menyangkut kata orang, duuuh.. rasanya mau gigit meja jugaak. Tapi iya sih, demi perkembangan mental anak, kita sebagai orangtua memang harus banya bersabar. Semangat terus ya, Mbak. You can do it.

    ReplyDelete
  15. Saya juga suka baca bukunya teh kiki mbak. Guru kecilku. Inspiratif banget. Sekalian yang mbak bahas seperti pendidikan fitrah ya.fitrah based on education. Saya suka baca bukunya ustad harry santoso soal pendidikan fitrah

    ReplyDelete